Maksud Dusta kepada Suami atau Istri yang Diperbolehkan
Dari hadis yang diriwayatkan oleh Al-Humaidi di atas, kita dapat mengetahui dusta seperti apakah yang diperbolehkan kepada istri atau sebaliknya. Dusta yang diperbolehkan adalah ketika seorang suami ingin menyenangkan istri yang sedang “ngambek” dan menghibur hatinya. Artinya, tidak semua dusta diperbolehkan.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.”
Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas menunjukkan bahwa dusta kepada istri atau kepada suami hukum asalnya tetap haram, namun terdapat pengecualian sebagaimana dalam kasus yang disebutkan, yaitu dusta untuk mendamaikan hati istri dan menyenangkan (menghibur) hatinya.
Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya, “Sayang, Engkau adalah wanita tercantik di dunia, kalau sayang ngambek tidak jadi cantik.” Padahal faktanya, istrinya bukanlah wanita tercantik di dunia ini. Jadi, boleh seorang suami memuji istri dengan pujian yang dusta dalam rangka menghilangkan rasa ngambek sang istri.
Hal ini sebagaimana penjelasan An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala ketika menjelaskan hadis ini,
وأما كذبه لزوجته وكذبها له فالمراد به في إظهار الود والوعد بما لا يلزم ونحو ذلك فأما المخادعة في منع ما عليه أو عليها أو أخذ ماليس له أو لها فهو حرام بإجماع المسلمين والله اعلم
“Adapun dusta dan bohong kepada sang istri, yang dimaksud adalah (dusta) untuk menampakkan besarnya rasa cinta atau janji yang tidak mengikat, atau semacam itu. Adapun berbohong (menipu) dalam rangka menahan (tidak menunaikan) apa yang menjadi kewajiban suami atau istri, atau mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak suami atau istri, maka ini haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 135)
Contoh dusta yang haram adalah suami memotong jatah nafkah yang berhak diterima istri dan suami beralasan dengan kebohongan. Misalnya dia mengaku sedang kesulitan ekonomi atau sedang kesusahan. Maka dusta semacam ini haram, karena ini bohong untuk tidak menunaikan kewajiban suami (yang menjadi hak istri). Atau misalnya, suami mengatakan kepada istri bahwa dia pergi ke luar kota dalam rangka perjalanan dinas. Padahal, dia ke luar kota bukan karena tugas dinas, namun sekedar senang-senang atau wisata.
Baca Juga: Dalam Membelanjakan Uangnya Perlukah Istri Minta Izin Suami?
Berdasarkan penjelasan An-Nawawi di atas, termasuk bohong yang diperbolehkan adalah janji yang tidak mengikat. Misalnya, seorang istri ngambek ingin dibelikan sesuatu dan suami tidak mampu, lalu sang suami berkata, “Kapan-kapan saja ya belinya.”
Perkataan “kapan-kapan” itu dinilai janji yang tidak mengikat, sehingga tidak wajib ditunaikan. Janji yang tidak mengikat semacam itu boleh diucapkan untuk menghibur atau menyenangkan hati sang istri.
Adapun janji yang mengikat, wajib dipenuhi. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala berkata,
و ليس من الكذب المباح أن يعدها بشيء لا يريد أن يفي به لها ، أو يخبرها
بأنه اشترى لها الحاجة الفلانية بسعر كذا ، يعني أكثر من الواقع ترضية لها ،
لأن ذلك قد ينكشف لها فيكون سببا لكي تسيء ظنها بزوجها ، و ذلك من الفساد لا الإصلاح
“Tidaklah termasuk dusta yang mubah adalah seorang suami menjanjikan sesuatu dan dia tidak ingin (tidak berniat) untuk memenuhinya. Atau seorang suami mengabarkan kepada istri bahwa dia membelikan untuknya barang tertentu dengan harga sekian, yaitu lebih mahal dari harga sebenarnya, supaya istrinya rida. Karena hal semacam ini akan terbongkar di masa mendatang sehingga akan menjadi sebab buruk sangka istri kepada suami. Dan hal ini termasuk kerusakan, bukan perbaikan.” (Silsilah Ash-Shahihah, 1: 818)
@Puri Gardenia, 13 Jumadil awwal 1440/ 19 Januari 2018
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id
Kitaabul Adab, karya Fuad ‘Abdul ‘Aziz Asy-Syahlub, hal. 125-127 (penerbit Daarul Qaasim Riyadh KSA, cetakan pertama tahun 1423).
Komunikasi dan kejujuran dalam rumah tangga menjadi kunci hubungan yang sehat dan langgeng. Namun, menjalani rumah tangga memang tidak mudah ya, Bunda. Sebab, terkadang perilaku suami bisa mencurigakan. Mungkin suami Bunda tampak menyembunyikan sesuatu dengan berbagai alasan.
Oleh karena itu, Bunda perlu mengetahui ciri-ciri suami yang suka berbohong demi kelancaran hubungan rumah tangga. Nah, Bubun sudah rangkumkan ciri-cirinya, nih. Langsung simak pada video berikut, ya.
Dalil Diperbolehkannya Perkataan Bohong kepada Suami atau Istri
Diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah radhiyallahu Ta’ala ‘anha, beliau berkata,
مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِنَ الْكَذِبِ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
“Tidaklah aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan sedikit pun berkaitan dengan perkataan dusta kecuali dalam tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
لَا أَعُدُّهُ كَاذِبًا، الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، يَقُولُ: الْقَوْلَ وَلَا يُرِيدُ بِهِ إِلَّا الْإِصْلَاحَ، وَالرَّجُلُ يَقُولُ: فِي الْحَرْبِ، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ، وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
“Tidaklah termasuk bohong: (1) Jika seseorang (berbohong) untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian (perbaikan); (2) Seseorang yang berkata (bohong) ketika dalam peperangan; dan (3) Seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.” (HR. Abu Dawud no. 4921, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)
Demikian juga dalam masalah ini terdapat hadis khusus yang diriwayatkan dari ‘Atha bin Yasar, beliau berkata,
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله : هل علي جناح أن أكذب على أهلي ؟ قال : لا ، فلا يحب الله الكذب قال : يا رسول الله استصلحها و أستطيب نفسها ! قال : لا جناح عليك “
“Ada seseorang yang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.’
Orang tersebut bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, (dusta yang aku ucapkan itu karena) aku ingin berdamai dengan istriku dan aku ingin senangkan hatinya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak ada dosa atasmu.’ (HR. Al-Humaidi dalam Musnad-nya no. 329. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 498)
Baca Juga: Bolehkah Istri Minta Cerai Karena Suami Poligami?
Pada dasarnya setiap orang tidak suka dibohongi. Hati bisa menjadi sakit apabila dibohongi oleh orang lain, apalagi oleh suami sendiri. Sosok suami yang seharusnya membimbing dan memberikan contoh yang baik kepada istri dan anak-anak ternyata malah berkata dusta dan menimbulkan kekecewaan. Tentu sikap suami tersebut tidak terpuji dan tidak pantas untuk dilakukan.
Allah Swt. pun melarang manusia untuk berbohong. Hal tersebut ada dalam firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 42 berikut ini:
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan atau (janganlah kamu) menyembunyikan kebenaran sedang kamu mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqaroh: 42).
Pembohong Adalah Orang Munafik
Di dalam Islam, orang yang suka berbohong disebut sebagai orang yang munafik. Hal tersebut disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berikut ini:
“Tanda orang munafik ada tiga, pertama apabila berbicara berbohong, lalu apabila berjanji mengingkari atau menyelisihi janji, dan apabila diberi amanah berkhianat.”
Di dalam surah At-Taubah ayat 68, Allah Swt. memberikan balasan yang berat bagi mereka yang munafik. Allah Swt. berfirman:
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.”
Baca Juga: Bolehkah Istri Bersedekah dengan Harta Suami?
Berbohong yang Dibolehkan
Meskipun berbohong dilarang oleh agama Islam, akan tetapi ada kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan seseorang untuk berbohong. Berbohong di sini bukan untuk kejahatan, akan tetapi untuk nilai-nilai kemaslahatan.
“Aku tidak menganggapnya sebagai seorang pembohong. (Pertama), seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan (bohong), namun ia tidak bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan. (Kedua), seorang laki-laki yang berbohong dalam peperangan. Dan (ketiga), seorang laki-laki yang berbohong kepada istri atau istri yang berbohong kepada suami (untuk kebaikan).” (H.R. Abu Daud).
Dalam hadis yang lain, dibahas pula soal ini. Rasul saw. bersabda:
“Ada seseorang yang datang menemui Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?’” Nabi saw. pun menjawab, “Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.” Lalu orang itu pun bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, (dusta yang aku ucapkan itu karena) aku ingin berdamai dengan istriku dan aku ingin senangkan hatinya.” Kemudian Nabi saw menjawab, “Tidak ada dosa atasmu.” (H.R. Al-Humaidi. Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam silsilah Ash-Shahihah).
Dari hadis di atas, contoh lainnya seorang suami diperbolehkan berbohong misalnya saat berbohong dengan makanan buatan istri. Karena suami ingin menyenangkan hati istrinya sekaligus menghargai masakan yang dibuat istrinya, maka suami berbohong mengatakan masakan istrinya enak.
Selain itu, contoh lainnya misalnya mengucapkan bahwa istrinya cantik dan menawan untuk membuat suasana hati sang istri membaik. Selama tidak untuk menipu dan berbohong untuk keburukan, maka tidak mengapa suami berbohong kepada istrinya.
Baca Juga: Kriteria Suami Saleh dalam Keluarga
Tidak Menjadikan Bohong Sebagai Kebiasaan
Meskipun berbohong untuk kebaikan itu dibolehkan, tetapi suami tidak boleh menjadikan berbohong sebagai kebiasaan. Misalnya, berbohong kepada istri ada pekerjaan di kantor sehingga harus pulang terlambat, padahal ia terlambat karena berkumpul dengan teman-temannya.
Berhati-hatilah karena berbohong untuk keburukan akan menggiring pelakunya kepada neraka.
Dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Itulah penjelasan tentang hukum dibolehkannya seorang suami berbohong kepada istri. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan keislaman baru bagi Sahabat.
Jangan lupa untuk mengunjungi infak.id dari Rumah Zakat untuk menunaikan infak hariannya. Dengan berinfak, maka kita pun bisa membantu orang lain yang sedang kesulitan. Yuk, berinfak melalui infak.id!
Perasaan kamu tentang artikel ini ?
Berkata dusta atau bohong termasuk di antara perkara yang dilarang oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah [9]: 119)
Dapat dipahami dari ayat di atas yaitu larangan untuk menjadi atau bersama dengan orang-orang yang berkata dusta atau bohong.
Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian dari hukum di atas, yaitu diperbolehkannya berkata bohong dalam sebagian keadaan. Salah satunya adalah perkataan suami kepada istri atau sebaliknya. Masalah inilah yang akan kita bahas dalam tulisan ini.
Baca Juga: Bolehkah Melihat Gambar Porno Demi Kepuasan Hubungan Suami Istri?